Breaking News

Renungan Bagi Orang-Orang 'Elit'(Ekonomi Sulit)

Sepertinya jlan hidup ini kian susah, apa orang yang kaya itu hanya terlahir dari keluarga yang kaya? Hingga tak ada tempat untuk orang-orang miskin menggapai kesenangan dunia. Meski aku sadar bahwa kesenangan dunia ini hanya sesaat. Namun tak dapat dipungkiri aku hidup bukan untuk diriku sendiri. Keluargaku yang selalu berharap aku pulang membawa sesuap nasi. Terkadang aku sedih melihat keadaanku yang sudah jauh dari layak. Mungkin fikiranku terlalu sempit untuk memikirkan akan hal itu. Atau karena dunia ini memang sudah waktunya pada tahap dimana orang-orang muslim akan menderita, dan kesenangan hanya ada pada mereka-mereka yang jauh dengan Islam. Tuhan…. Aku tidak tahu jawabannya. Hanya Engkau Dzat yang maha Tahu segala apa yang terjadi pada kami. Kami hanya sebuah mainan-Mu. Tiada banyak yang dapat kami lakukan selain berusaha dan berpasrah serta berdo’a. Dan sepertinya orang-orang sudah jarang sekali yang perduli dengan sesamanya. Kadang aku meratapi nasib ini. Aku sudah menunaikan kewajibanku mencari nafkah, namun tetap saja nasib ini tidak berubah. Apalagi orang-orang pengangguran, entah bagaimana perasaan mereka menghadapi hidup ini, tak bisa aku bayangkan. Mungkin mereka lebih terpuruk dari aku. Apa karena aku bukan orang yang berpangkat? Apa karena pendidikanku yang minim? Apa karena status sosial yang rendah? Bukankah dimata Tuhan itu sama sekali tidak berarti. Namun pada kenyataannya, anak orang besar bertambah besar, dan anak orang kecil semakin kerdil. Mereka hanya melanjutkan apa yang sudah ada, sedang kami harus membabak dari awal. Pantas saja kami kesulitan.

Disisi lain, aku percaya dengan Kebesaran Tuhan, dan aku selalu menganggap baik atas seburuk apapun takdir ku. Karena Allah SWT punya sejuta rahasia yang tidak bisa dicerna oleh akal. Mudah-mudahan kita semua mendapat curahan Rakhmat dan kasih saying-Nya. Mudah-mudahan kesulitan ini tidak menjadikan kita semua kufur dan menjauh dari-Nya. Aku sadar bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sebuah ujian, cobaan bagi semua orang tanpa terkecuali. Orang miskin diuji dengan kemiskinannya, mampukah ia bertahan dan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, mungkin kesabaran, ketabahan, serta tawakkal adalah kuncinya. Pasrahkan seluruh nasib kita pada-Nya. Jangan berharap lebih dari-Nya karena sangat sedikit sekali pengabdian kita pada-Nya. Malu rasanya jika kita berharap lebih. Padahal janji Allah itu pasti, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kita harus merubah cara pandang kita terhadap suatu kebahagiaan. Janganlah kita mengira bahwa kebahagiaan ditentukan oleh materi semata. Redam ambisi kita untuk kemewahan dunia, mungkin itu akan sedikit mengurangi gejolak nafsu duniawi dalam hati kita. Fikirkan bahwa semua itu hanya sebentar saja. Ya, 70 hingga 80 tahun itu ukuran sebentar disbanding usia kita kelak di dunia nanti. Tahan….. !!!tahan…!!! Dan ingatlah akan satu hal, bahwa Nabi kita Mukhammad SAW tidak menyukai kemewahan dunia. Beliau tahu apa yang dijanjikan Allah SWT di akhirat kelak jauh lebih mewah dari dunia. Mungkin kebahagiaan hati itu akan terasa jika kita tidak silau lagi dengan gemerlap dunia. Biarlah orang lain punya mobil mewah, toh kita masih hidup dengan mengendarai motor, Biarlah orang memamerkan motor baru, toh kita tidak mati dengan mengendarai sepeda. Ingatlah, bahwa orang kaya pun diuji dengan kekayaannya itu. Kita tahu bahwa kita semua sebenarnya adalah fakir dan sangat miskin, seperti waktu kita dilahirkan, dan begitupula waktu kita hendak dikebumikan, hanya segitulah kekayaan kita. Tanpa selembar benangpun yang kita punya. Semua yang kita miliki adalah karunia dari Allah SWT, maka syukurilah adanya. Harta yang menumpuk di rumah kita, Uang yang berlimpah di rekening kita, hanya titipan dari Allah SWT. Jangan sekalipun kita merasa memilikinya. Di dalam harta kita ada hak untuk orang-orang lemah seperti yang Allah tentukan. Bertahanlah wahai orang-orang 'Elit' (Ekonomi Sulit).

2 komentar:

  1. Saya jadi terharu membaca posting anda. Saya kagum dengan kedewasaan cara berfikir anda. Memang benar, kebahagiaan bukanlah diukur dengan materi. Tapi dengan bagaimana kita mensyukuri apa yang ada. Termasuk mensyukuri kekurangan kita. Caranya dengan tetap penuhi kewajiban2 kita baik kepada tuhan maupun sesama manusia. Tentu sambil tetap berusaha menuju ke yang lebih baik.



    Saya jadi ingat kata orang bijak. "Jangan putus asa dalam berusaha. Tidak tahu, bertanyalah. Tidak bisa, belajarlah. Tidak mungkin, cobalah".



    Salam damai selalu ...

    BalasHapus
  2. thanks sobat. Tapi hanya Allah yang patut dipuji.

    BalasHapus

Jika ada pertanyaan, sekedar sharing pendapat, dll, Silakan Isi komentar di bawah ini: